Home

Rabu, 30 September 2015

Pengertian Pajak Menurut Ahli

 
   Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan oleh peraturan perundang-undangan yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya tidak langsung dirasakan oleh rakyat. Disamping itu ada beberapa definisi pajak menurut Undang-Undang dan dari berbagai ahli di bidang perpajakan yang pada dasarnya memiliki inti yang sama, pengertian pajak yang dimaksud antara lain:

 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang

1.      Pajak Menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 th 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemamakmuran rakyat”.

2.      Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., yaitu:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar p engeluaran umum”.
        Pengertian pajak tersebut kemudian dikoreksinya, dan berbunyi sebagai berikut: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.

3.     Pengertian Pajak Prof. Dr. P. J. A. Adriani mengemukakan sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Dari Pengertian Pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

>Pembayaran  pajak  harus  berdasarkan   undang-undang  serta  aturan pelaksanaannya
>Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan akan berakibat 
  adanya sanksi
>Tidak ada kontra prestasi atau jasa timbal dari negara yang dapat dirasakan langsung oleh 
   pembayar pajak
>Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pusat maupun daerah (tidak boleh dilakukan 
  oleh swasta yang orientasinya adalah keuntungan)
>Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan 
  pembangunan) bagi kepentingan umumPengertian Pajak dan Unsur Pajak



Bersumber :


            http://ilmuakuntansi.web.id/pengertian-pajak-menurut-ahli/


Selasa, 15 September 2015

Pajak Penghasilan Orang Pribadi

 } Pajak Penghasilan (PPh) : pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak
 } PPh dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak
 }   Subjek Pajak : orang atau badan yang menjadi sasaran atau dituju oleh undang-undang untuk membayar atau memikul beban pajak
}  Wajib Pajak : orang atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong ajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai perundang-undangan perpajakan.
}  Domisili Fiskal, orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada lebih dari satu negara karena mempunyai rumah atau tempat usaha di beberapa negara
}  Faktor-faktor yang menentukan status domisili fiskal Orang Pribadi
}  Alamat tinggal yang tetap
}  Pusat tempat kegiatan utamanya dijalankan
}  Di negara mana lebih banyak berada
}  Negosiasi antara dua Competent Authorities
}  Objek PPh : penghasilan yang diperoleh dari subjek pajak
}  Pengenaan PPh mengacu pada UU No. 7 Tahun 1983; UU No. 36 Tahun 2008

SUBJEK PAJAK

}  Jenis Subjek Pajak menurut Pasal 2 Ayat 1 UU PPh,
}  Orang Pribadi dan warisan yang belom terbagi
}  Badan
}  Bentuk Usaha Tetap
}  Orang Pribadi : orang pribadi yang tinggal atau berada di Indonesia
}  Sesuai ketentuan UU PPh, jika seseorang berada/tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan maka termasuk SPDN (Subjek Pajak Dalam Negeri), jika kurang 183 maka menjadi SPLN (Subjek Pajak Luar Negeri)
}  Warisan yang belum terbagi, pengenaan subjek pajak bertujuan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan
}  Bentuk Usaha Tetap, tempat usaha yang berupa tanah dan gedung termasuk mesin-mesin dll yang bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
Penghasilan yang dikenakan pajak
Seluruh penghasilan, baik di Indnesia atau di Luar Indonesia
Penghasilan dari sumber penghasilan di Indonesia`

Subjek Pajak dalam Negeri

}  Menurut Pasal 2 ayat 3 No 36 Th.2008
}  Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, atau
}  OP yang berada di Indonesia lebih 183 hari dalam jangka 12 bulan
}  OP yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
}  Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
}  Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak
}  OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tidak lebih 183 hari dalam 12 bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia; dan
}  Badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia
}  OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau OP yang berada di indonesia tidak lebih 183 hari dalam 12 bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indnesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan
}  Badan usaha yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indnesia, yang dapat menerima atau memperleh penghasilan dari Indnesia bukan dari menjalankan atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indnesia.

Tidak Termasuk Subjek Pajak (Pasal 3 UU No. 36 Th. 2008)

}  Kantor perwakilan negara asing
}  Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:
}  Bukan WNI
}  Tidak menerima atau memperleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya diIndonesia serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
}  Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
}  Indonesia menjadi anggota rganisasi tersebut
}  Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperleh penghasilan dari indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggta
}  Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
}  Bukan WNI
}  Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari indonesia
}  Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
}  Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-unndangan
}  Pembiayaan bersumber dari APBN dan APBD
}  Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah
}  Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara

Penghitungan Penghasilan Neto

Pengh. Neto Fiskal = Ph. Neto Komersial + Penyesuaian Fiskal PositifPenyesuaian Fiskal Negatif

                Dalam melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan komersial guna dijadikan dasar dalam menghitung PPh-nya, maka WP OP harus memahami beda waktu/time different maupun beda permanen/permanent different antara laporan keuangan komersial dan laporam keuangan Fiskal.

Beda Permanen/Permanent Different

  1. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh bukan objek PPh,
  2. Menurut Akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final.
  3. Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya), sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 UU PPh)
Beda waktu/Time different

}  Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal.
       Dalam konteks metode penyusutan, dalam akuntansi komersial disebutkan terdapat beberapa            metode penyusutan, namun dalam konteks pajak hanya mengakui 2 (dua) metode penyusutan, yaitu :
-          Metode garis lurus (Straight-Line Method)
-          Metode saldo menurun (Declining balance Method)

Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas Wajib Pajak yang Menggunakan Pencatatan (NPPN)
    
             Cara Perhitungan Penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak

Penghasilan Neto = Persentase Normal x Peredaran Usaha

               Angka Persentase Normal Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) adalah suatu angka yang digunakan sebagai faktor pengalih dari peredaran usaha. Angka presentase tersebut sesuai KEP-536/PJ.7/2000 tentang jenis NPPN dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut :
  1. 10 (Sepuluh) ibukota provinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar dan Pontianak.
  2. Ibukota Provinsi Lainnya.
  3. Daerah Lainnya.
  4. Peredaran usaha adalah sutu jumlah peredaran usaha menurut catatan yang sebenarnya. Wajib pajak yang menggunakan pencatatan atau NPPN biasanya dibedakan jenis usaha, yaitu :
1. Usaha Dagang
        Dihitung dengan cara, jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian barang,
2. Usaha Industri
        Dihitung dengan cara, jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai, dan rabat dalam tahun pajakyang bersangkutan.
3. Usaha Jasa
4. Pekerjaan Bebas
5. Usaha Lainnya

KOMPENSASI KERUGIAN

        Dalam dunia usaha, kerugian tentu merupakan hal yang selalu dihindari. Namun, jalannya bisnis terkadang tidaklah semulus yang diharapkan, dimana kerugian muncul. Dalam konteks pajak, juga diatur bilamana wajib pajak mengalami kerugian usaha, dimana kerugian tersebut dapat diperhitungkan sebagai biaya tau dikompensasikan maksimal selama 5 ( lima ) tahun.

Kompensasi Kerugian Horisontal

}  Wajib Pajak Orang Pribadi diperkenankan untuk memperhitungkan kerugian yang diderita pada periode berjalan antara lain,
}  Kerugian penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan orang pribadi atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara (3M) penghasilan
}  Kerugian dari selisih kurs mata uang asing
}  Kerugian yang diderita suatu unit atau cabang usahanya.
Apabila bruto setelah dikurangi dengan pengurangan yang diperkenankan adalah kerugian, maka dapat dikompensasi dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut (Pasal 6 ayat 2 UU PPh Tahun 2008)

Penghasilan Kena Pajak

}  Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, terdapat 2 cara menentukan PKP yaitu cara biasa dan menggunakan Norma Penghitungan
}  Contoh
}  Peredaran usaha bruto                                                             300.000.000
}  HPP                                                                                         200.000.000
}  Laba bruto usaha                                                                     100.000.000
}  Biaya usaha                                                                                50.000.000
}  Laba usaha                                                                                 50.000.000
}  Ditambah: Penyesuaian fiskal positif                                        15.000.000
}  Dikurangi: Penyesuaian fiskal negatif                                       (5.000.000)
}  Penghasilan neto dari dalam negeri dari usaha secara fiskal     60.000.000
}  Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan                               50.000.000
}  Penghasilan net dalam negeri lainnya                                        40.000.000
}  Penghasilan net luar negeri                                                        50.000.000
}  Jumlah seluruh penghasilan neto                                             200.000.000
}  PTKP                                                                                         17.610.000
}  PKP                                                                                         182.840.000

Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Usaha, tetapi Tidak Melakukan Pembukuan

}  Wajib Pajak Orang Pribadi yang brut dalam setahun pajak kurang dari Rp4.800.000.000,00 bisa menghitung penghasilan neto dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam 3 bulan pertama dalam tahun pajak yang bersangkutan
}  Contoh
}  Peredaran Bruto                                                         300.000.000
}  Penghasilan neto (20% x 300.000.000)                       60.000.000
}  Penghasilan sehubungan pekerjaan                             50.000.000
}  Penghasilan neto dalam negeri lainnya                       40.000.000
}  Penghasilan neto dalam negeri                                    50.000.000
}  Jumlah seluruh penghasilan neto                               200.000.000
}  PTKP                                                                            17.160.000
}  PKP                                                                            182.840.000

Wajib Pajak Orang Pribadi yang Tidak Melakukan Usaha

}  Perhitungan pajak PKP bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang tidak melakukan usaha/pekerjaan bebas
}  Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan                 50.000.000
}  Penghasilan Neto dalam negeri lainnya                       40.000.000
}  Penghasilan neto luar negeri                                        50.000.000
}  Jumlah seluruh penghasilan neto                               140.000.000
}  PTKP                                                                            17.160.000

}  PKP                                                                             122.840.000

Tarif PPh Orang Pribadi
(Pasal 17 UU No36 Tahun 2008 tentang PPh)

}  Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri:
Lapisan PKP
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000
5%
Di atas Rp50.000.000 – Rp250.000.000
15%
Di atas Rp250.000.000 – Rp500.000.000
25%
Di atas Rp500.000.000
30%

Penyusutan dan Amortisasi

}  Dalam ketentuan fiskal, penysutan atas pengeluaran untuk memperoleh aktiva tetapp berwujud dapat dikurangi dari penghasilan rutin untuk menghitung PKP bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT
}  Harta berwujud yang dapat disusutkan adalah pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari setahun. Jadi, aktiva tetap yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk 3M penghasilan tidak dapat disusutkan

Penyusutan dan Amortisasi

}  Metode Penyusutan Fiskal ada 2 macam
}  Alokasi harga perolehan dalam bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut (Straight Line Method)
}  Alokasi harga perolehan dalam bagian yang menurun selama masa manfaat (Double Declining Method)
Penyusutan dan Amortisasi
}  Penggolongan, Tarif dan Masa Manfaat
Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Garis Lurus
Saldo Menurun
Bukan Bangunan KEL.1
4 Tahun
25%
50%
Bukan Bangunan KEL.2
8 Tahun
12.5%
25%
Bukan Bangunan KEL.3
16 Tahun
6.25%
12.5%
Bukan Bangunan KEL.4
20 Tahun
5%
10%
Bangunan Permanen
20 Tahun
5%
Bangunan Tidak Permanen
10 Tahun
10%

Kredit Pajak

}  Pajak penghasilan yang diperkirakan akan terutang dalam satu tahun pajak, dilunasi dengan,
}  Pelunasan pada tahun berjalan
}  Pelunasan pada akhir tahun pajak
}  Pajak yang dipotong dan dipungut pihak lain terdiri atas,
}  PPh Pasal 21
}  PPh Pasal 22
}  PPh Pasal 23
}  PPh Pasal 24
}  PPh Pasal 26
}  PPh Pasal 21: pajak yang dipotong pihak lain dari penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU No.36 Tahun 2008
}  PPh Pasal 22: pajak yang dipungut berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 No. 36 Tahun 2008 tentang PPh
}  PPh Pasal 23: pajak yag dipotong dari penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
}  PPh Pasal 24: pajak yang dipotong/dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
}  PPh Pasal 26: PPh yang dipotong atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak Luar Negeri selain BUT di Indonesia

Pajak yang Dibayar Sendiri Selama Tahun Pajak

}  Sesuai UU PPh, pajak yang dibayar sendiri selama tahun pajak terdiri dari PPh Pasal 25, dan STP PPh Pasal 25
}  PPh Pasal 25: angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam satu tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh
}  STP PPh Pasal 25: PPh Pasal 25 yang ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP) oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena Wajib Pajak tidak membayar atau kurang membayar PPh Psal 25 pada saat jatuh tempo.

Pajak Penghasilan Tahunan

}  Pajak Penghasilan Kurang Bayar (PPh Pasal 29)
      Apabila pajak yang terutang dalam satu tahun lebih besar daripada kredit pajak, kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum penyampaian SPT PPh pada akhir tahun
}  Pajak Penghasilan Lebih Bayar (PPh Pasal 28a)
      Apabila pajak yng terutang ternyata lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, yang setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya

Angsuran PPh Pasal 25 Dalam Hal Tertentu

}  Angsuran PPh Pasal 25 untuk masa sebelum batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh, SPT dilaporkan paling lambat pada akhir buan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak
}  Angsuran PPh Pasal 25 wajib pajak baru. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 ditetapkan sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan net sebulan yang disetahunkan, dibagi 12
}  Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, PPh pasal 25 tahun berikutnya dihitung berdasarkan penghasilan tahun lalu atas penghasilan yang teratur saja

Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

}  Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu (OPPT) adalah yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 atau lebih tempat usaha.
}  OPPT wajib melakukan penyetoran bulanan sebesar 0,75% dari brut setiap tempat usaha dan melaporkannya ke KPP terkait
}  0PPT wajib menyampaikan laporan SPT tahunan
SPT Tahunan PPh ORANG PRIBADI
}  Sarana yang digunakan untuk melaporkan yaitu
}  SPT 1770: yang menjalankan kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas
}  SPT 1770 S: yang tidak menjalankan kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas
}  SPT 1770 SS: yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan bruto tidak melebihi Rp60.000.000 setahun dan tidak memiliki penghasilan lainnya, kecuali bunga bank dan bunga koperasi 
 

About