} Pajak
Penghasilan (PPh) : pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak
} PPh
dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak
} Subjek
Pajak : orang atau badan yang menjadi sasaran atau dituju oleh undang-undang
untuk membayar atau memikul beban pajak
} Wajib
Pajak : orang atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong ajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai perundang-undangan
perpajakan.
} Domisili
Fiskal, orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada lebih dari satu negara
karena mempunyai rumah atau tempat usaha di beberapa negara
} Faktor-faktor
yang menentukan status domisili fiskal Orang Pribadi
} Alamat
tinggal yang tetap
} Pusat
tempat kegiatan utamanya dijalankan
} Di
negara mana lebih banyak berada
} Negosiasi
antara dua Competent Authorities
} Objek
PPh : penghasilan yang diperoleh dari subjek pajak
} Pengenaan
PPh mengacu pada UU No. 7 Tahun 1983; UU No. 36 Tahun 2008
SUBJEK PAJAK
} Jenis
Subjek Pajak menurut Pasal 2 Ayat 1 UU PPh,
} Orang
Pribadi dan warisan yang belom terbagi
} Badan
} Bentuk
Usaha Tetap
} Orang
Pribadi : orang pribadi yang tinggal atau berada di Indonesia
} Sesuai
ketentuan UU PPh, jika seseorang berada/tinggal di Indonesia lebih dari 183
hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan maka termasuk
SPDN (Subjek Pajak Dalam Negeri), jika kurang 183 maka menjadi SPLN (Subjek
Pajak Luar Negeri)
} Warisan
yang belum terbagi, pengenaan subjek pajak bertujuan agar pengenaan pajak
atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan
} Bentuk
Usaha Tetap, tempat usaha yang berupa tanah dan gedung termasuk mesin-mesin
dll yang bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
Penghasilan yang dikenakan pajak
|
Seluruh penghasilan, baik di Indnesia
atau di Luar Indonesia
|
Penghasilan dari sumber penghasilan di
Indonesia`
|
Subjek Pajak dalam Negeri
} Menurut
Pasal 2 ayat 3 No 36 Th.2008
} Orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, atau
} OP
yang berada di Indonesia lebih 183 hari dalam jangka 12 bulan
} OP
yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia
} Badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
} Warisan
yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak
} OP
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tidak lebih 183 hari dalam 12 bulan,
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia; dan
} Badan
yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia
} OP
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau OP yang berada di indonesia
tidak lebih 183 hari dalam 12 bulan, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indnesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia, dan
} Badan
usaha yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indnesia, yang dapat
menerima atau memperleh penghasilan dari Indnesia bukan dari menjalankan atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indnesia.
Tidak Termasuk Subjek Pajak (Pasal 3 UU No. 36 Th. 2008)
} Kantor
perwakilan negara asing
} Pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama mereka, dengan syarat:
} Bukan
WNI
} Tidak
menerima atau memperleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya diIndonesia serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
} Organisasi-organisasi
internasional dengan syarat:
} Indonesia
menjadi anggota rganisasi tersebut
} Tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperleh penghasilan dari
indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggta
} Pejabat
perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, dengan syarat:
} Bukan
WNI
} Tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari indonesia
} Unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
} Pembentukannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-unndangan
} Pembiayaan
bersumber dari APBN dan APBD
} Penerimaannya
dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah
} Pembukuannya
diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
Penghitungan Penghasilan Neto
Pengh. Neto Fiskal = Ph. Neto Komersial + Penyesuaian Fiskal Positif – Penyesuaian Fiskal Negatif
Dalam
melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan komersial guna dijadikan
dasar dalam menghitung PPh-nya, maka WP OP harus memahami beda waktu/time
different maupun beda permanen/permanent different antara laporan
keuangan komersial dan laporam keuangan Fiskal.
Beda Permanen/Permanent Different
- Menurut
akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh
bukan objek PPh,
- Menurut
Akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh
telah dikenakan PPh yang bersifat final.
- Menurut
akuntansi komersial merupakan beban (biaya), sedangkan menurut ketentuan
PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 UU PPh)
Beda waktu/Time different
} Beda
waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial
dengan ketentuan fiskal.
Dalam
konteks metode penyusutan, dalam akuntansi komersial disebutkan terdapat
beberapa metode penyusutan, namun dalam konteks pajak hanya mengakui 2 (dua)
metode penyusutan, yaitu :
-
Metode garis lurus (Straight-Line Method)
-
Metode saldo menurun (Declining balance Method)
Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas Wajib Pajak yang
Menggunakan Pencatatan (NPPN)
Cara
Perhitungan Penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan atau pekerjaan bebas
bagi Wajib Pajak
Penghasilan Neto = Persentase Normal x Peredaran Usaha
Angka
Persentase Normal Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) adalah suatu angka yang
digunakan sebagai faktor pengalih dari peredaran usaha. Angka presentase
tersebut sesuai KEP-536/PJ.7/2000 tentang jenis NPPN dikelompokkan menurut
wilayah sebagai berikut :
- 10
(Sepuluh) ibukota provinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar dan Pontianak.
- Ibukota
Provinsi Lainnya.
- Daerah
Lainnya.
- Peredaran
usaha adalah sutu jumlah peredaran usaha menurut catatan yang sebenarnya.
Wajib pajak yang menggunakan pencatatan atau NPPN biasanya dibedakan jenis
usaha, yaitu :
1. Usaha Dagang
Dihitung
dengan cara, jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian
barang,
2. Usaha Industri
Dihitung
dengan cara, jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian
barang, potongan tunai, dan rabat dalam tahun pajakyang bersangkutan.
3. Usaha Jasa
4. Pekerjaan Bebas
5. Usaha Lainnya
KOMPENSASI KERUGIAN
Dalam
dunia usaha, kerugian tentu merupakan hal yang selalu dihindari. Namun,
jalannya bisnis terkadang tidaklah semulus yang diharapkan, dimana kerugian muncul.
Dalam konteks pajak, juga diatur bilamana wajib pajak mengalami kerugian usaha,
dimana kerugian tersebut dapat diperhitungkan sebagai biaya tau dikompensasikan
maksimal selama 5 ( lima ) tahun.
Kompensasi Kerugian Horisontal
} Wajib
Pajak Orang Pribadi diperkenankan untuk memperhitungkan kerugian yang diderita
pada periode berjalan antara lain,
} Kerugian
penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan orang pribadi atau
yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara (3M) penghasilan
} Kerugian
dari selisih kurs mata uang asing
} Kerugian
yang diderita suatu unit atau cabang usahanya.
Apabila bruto setelah dikurangi
dengan pengurangan yang diperkenankan adalah kerugian, maka dapat dikompensasi
dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut (Pasal 6
ayat 2 UU PPh Tahun 2008)
Penghasilan Kena Pajak
} Bagi
Wajib Pajak Dalam Negeri, terdapat 2 cara menentukan PKP yaitu cara biasa dan
menggunakan Norma Penghitungan
} Contoh
} Peredaran
usaha bruto 300.000.000
} HPP 200.000.000
} Laba
bruto usaha 100.000.000
} Biaya
usaha 50.000.000
} Laba
usaha 50.000.000
} Ditambah:
Penyesuaian fiskal positif 15.000.000
} Dikurangi:
Penyesuaian fiskal negatif (5.000.000)
} Penghasilan
neto dari dalam negeri dari usaha secara fiskal 60.000.000
} Penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan 50.000.000
} Penghasilan
net dalam negeri lainnya 40.000.000
} Penghasilan
net luar negeri 50.000.000
} Jumlah
seluruh penghasilan neto 200.000.000
} PTKP 17.610.000
} PKP 182.840.000
Wajib Pajak Orang Pribadi yang
Melakukan Usaha, tetapi Tidak Melakukan Pembukuan
} Wajib
Pajak Orang Pribadi yang brut dalam setahun pajak kurang dari
Rp4.800.000.000,00 bisa menghitung penghasilan neto dengan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam 3
bulan pertama dalam tahun pajak yang bersangkutan
} Contoh
} Peredaran
Bruto 300.000.000
} Penghasilan
neto (20% x 300.000.000) 60.000.000
} Penghasilan
sehubungan pekerjaan 50.000.000
} Penghasilan
neto dalam negeri lainnya 40.000.000
} Penghasilan
neto dalam negeri 50.000.000
} Jumlah
seluruh penghasilan neto 200.000.000
} PTKP 17.160.000
} PKP
182.840.000
Wajib Pajak Orang Pribadi yang
Tidak Melakukan Usaha
} Perhitungan
pajak PKP bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang tidak melakukan usaha/pekerjaan
bebas
} Penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan 50.000.000
} Penghasilan
Neto dalam negeri lainnya 40.000.000
} Penghasilan
neto luar negeri 50.000.000
} Jumlah
seluruh penghasilan neto 140.000.000
} PTKP 17.160.000
} PKP 122.840.000
Tarif PPh Orang Pribadi
(Pasal 17 UU No36 Tahun 2008 tentang PPh)
} Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri:
Lapisan PKP
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp50.000.000
|
5%
|
Di atas Rp50.000.000 – Rp250.000.000
|
15%
|
Di atas Rp250.000.000 – Rp500.000.000
|
25%
|
Di atas Rp500.000.000
|
30%
|
Penyusutan dan Amortisasi
} Dalam
ketentuan fiskal, penysutan atas pengeluaran untuk memperoleh aktiva tetapp
berwujud dapat dikurangi dari penghasilan rutin untuk menghitung PKP bagi Wajib
Pajak Dalam Negeri dan BUT
} Harta
berwujud yang dapat disusutkan adalah pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang
berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang
dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M)
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari setahun. Jadi, aktiva tetap
yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk 3M penghasilan tidak dapat
disusutkan
Penyusutan dan Amortisasi
} Metode
Penyusutan Fiskal ada 2 macam
} Alokasi
harga perolehan dalam bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah
ditentukan bagi harta tersebut (Straight Line Method)
} Alokasi
harga perolehan dalam bagian yang menurun selama masa manfaat (Double Declining
Method)
Penyusutan dan Amortisasi
} Penggolongan,
Tarif dan Masa Manfaat
Kelompok
Harta Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Garis Lurus
|
Saldo Menurun
|
Bukan Bangunan KEL.1
|
4 Tahun
|
25%
|
50%
|
Bukan Bangunan KEL.2
|
8 Tahun
|
12.5%
|
25%
|
Bukan Bangunan KEL.3
|
16 Tahun
|
6.25%
|
12.5%
|
Bukan Bangunan KEL.4
|
20 Tahun
|
5%
|
10%
|
Bangunan Permanen
|
20 Tahun
|
5%
|
|
Bangunan Tidak Permanen
|
10 Tahun
|
10%
|
|
Kredit Pajak
} Pajak
penghasilan yang diperkirakan akan terutang dalam satu tahun pajak, dilunasi
dengan,
} Pelunasan
pada tahun berjalan
} Pelunasan
pada akhir tahun pajak
} Pajak
yang dipotong dan dipungut pihak lain terdiri atas,
} PPh
Pasal 21
} PPh
Pasal 22
} PPh
Pasal 23
} PPh
Pasal 24
} PPh
Pasal 26
} PPh
Pasal 21: pajak yang dipotong pihak lain dari penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium,tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU No.36 Tahun
2008
} PPh
Pasal 22: pajak yang dipungut berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 No. 36
Tahun 2008 tentang PPh
} PPh
Pasal 23: pajak yag dipotong dari penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
} PPh
Pasal 24: pajak yang dipotong/dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
} PPh
Pasal 26: PPh yang dipotong atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak
Luar Negeri selain BUT di Indonesia
Pajak yang Dibayar Sendiri
Selama Tahun Pajak
} Sesuai
UU PPh, pajak yang dibayar sendiri selama tahun pajak terdiri dari PPh Pasal
25, dan STP PPh Pasal 25
} PPh
Pasal 25: angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap
bulan dalam satu tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU No.36
Tahun 2008 tentang PPh
} STP
PPh Pasal 25: PPh Pasal 25 yang ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak
(STP) oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena Wajib Pajak tidak membayar
atau kurang membayar PPh Psal 25 pada saat jatuh tempo.
Pajak Penghasilan Tahunan
} Pajak
Penghasilan Kurang Bayar (PPh Pasal 29)
Apabila
pajak yang terutang dalam satu tahun lebih besar daripada kredit pajak,
kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum penyampaian SPT PPh pada
akhir tahun
} Pajak
Penghasilan Lebih Bayar (PPh Pasal 28a)
Apabila
pajak yng terutang ternyata lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, yang
setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah
diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya
Angsuran PPh Pasal 25 Dalam
Hal Tertentu
} Angsuran
PPh Pasal 25 untuk masa sebelum batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh, SPT
dilaporkan paling lambat pada akhir buan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak
} Angsuran
PPh Pasal 25 wajib pajak baru. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 ditetapkan
sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan net
sebulan yang disetahunkan, dibagi 12
} Wajib
pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, PPh pasal 25 tahun berikutnya
dihitung berdasarkan penghasilan tahun lalu atas penghasilan yang teratur saja
Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu
} Wajib
pajak orang pribadi pengusaha tertentu (OPPT) adalah yang melakukan kegiatan
usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 atau lebih tempat usaha.
} OPPT
wajib melakukan penyetoran bulanan sebesar 0,75% dari brut setiap tempat usaha
dan melaporkannya ke KPP terkait
} 0PPT
wajib menyampaikan laporan SPT tahunan
SPT Tahunan PPh ORANG PRIBADI
} Sarana
yang digunakan untuk melaporkan yaitu
} SPT
1770: yang menjalankan kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas
} SPT
1770 S: yang tidak menjalankan kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas
} SPT
1770 SS: yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan bruto
tidak melebihi Rp60.000.000 setahun dan tidak memiliki penghasilan lainnya,
kecuali bunga bank dan bunga koperasi