MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK
INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29/PMK.03/2015
TENTANG
PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BUNGA YANG TERBIT
BERDASARKAN
PASAL 19 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA
TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2009
PASAL 19 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA
TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2009
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa dalam rangka mendorong Wajib Pajak
untuk melunasi utang pajak sebagai usaha meningkatkan penerimaan negara,
diperlukan instrumen kebijakan di bidang perpajakan;
|
|||
b.
|
bahwa berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009, Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda,
dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
|
|||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu untuk menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Penghapusan Sanksi Administrasi Bunga
yang Terbit Berdasarkan Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah
Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009;
|
|||||
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999);
|
|||
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
|
|||||
3.
|
Peraturan Presiden
Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 14
Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 25);
|
|||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BUNGA YANG TERBIT BERDASARKAN PASAL 19
AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN
TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALl DIUBAH TERAKHIR
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2009.
|
||||
Pasal 1
|
||||||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang
dimaksud dengan:
|
||||||
1.
|
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
|
|||||
2.
|
Utang Pajak adalah jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan sebagaimana
tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali,
yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
|
|||||
3.
|
Sanksi Administrasi adalah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang terbit
karena Utang Pajak tidak atau kurang dibayar sebagaimana diatur dalam
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP.
|
|||||
4.
|
Penghapusan Sanksi Administrasi adalah
penghapusan atas sisa Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak yang
belum dibayar oleh Wajib Pajak.
|
|||||
Pasal 2
|
||||||
(1)
|
Wajib Pajak yang melunasi Utang Pajak
sebelum tanggal 1 Januari 2016 diberikan Penghapusan Sanksi Administrasi.
|
|||||
(2)
|
Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yaitu Utang Pajak yang timbul sebelum tanggal 1 Januari 2015.
|
|||||
Pasal
3
|
||||||
(1)
|
Untuk dapat memperoleh Penghapusan Sanksi
Administrasi sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 Wajib Pajak menyampaikan
surat permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||
(2)
|
Permohonan Penghapusan Sanksi
Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
Utang Pajak telah dilunasi oleh Wajib
Pajak; dan
|
|||||
b.
|
terdapat sisa Sanksi Administrasi dalam
Surat Tagihan Pajak yang belum dibayar oleh Wajib Pajak.
|
|||||
(3)
|
Permohonan Penghapusan Sanksi
Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat
Tagihan Pajak, kecuali dalam hal atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan
Peninjauan Kembali diterbitkan lebih dari 1 (satu) Surat Tagihan Pajak,
maka 1 (satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari 1 (satu) Surat
Tagihan Pajak;
|
|||||
b.
|
diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia;
|
|||||
c.
|
melampirkan bukti pelunasan Utang Pajak
berupa Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang
dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak;
|
|||||
d.
|
disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
|
|||||
e.
|
ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam
hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat
permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
|
|||||
(4)
|
Permohonan Penghapusan Sanksi
Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan paling
banyak 2 (dua) kali.
|
|||||
(5)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua, permohonan
tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan
yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
Wajib Pajak.
|
|||||
(6)
|
Permohonan Penghapusan Sanksi
Administrasi yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetap
diajukan terhadap Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan surat
keputusan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||
(7)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga
untuk permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua.
|
|||||
Pasal 4
|
||||||
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti
permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dengan meneliti persyaratan dan ketentuan tersebut.
|
|||||
(2)
|
Dalam hal permohonan Penghapusan Sanksi
Administrasi:
|
|||||
a.
|
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3); dan/atau
|
|||||
b.
|
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan/atau ayat (6),
|
|||||
Direktur Jenderal Pajak mengembalikan
permohonan tersebut dengan menyampaikan surat yang berisi mengenai
pengembalian permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal permohonan Penghapusan Sanksi
Administrasi dikembalikan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (6) atau persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), berlaku ketentuan sebagai
berikut:
|
|||||
a.
|
untuk permohonan yang pertama, Wajib
Pajak dianggap belum mengajukan permohonan sehingga Wajib Pajak masih
dapat mengajukan permohonan paling banyak 2 (dua) kali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4); atau
|
|||||
b.
|
untuk permohonan yang kedua, Wajib Pajak
masih dapat mengajukan permohonan sepanjang jangka waktu 3 (tiga) bulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) belum terlampaui.
|
|||||
(4)
|
Dalam hal permohonan Penghapusan Sanksi
Administrasi dikembalikan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan/atau ayat (5), Wajib Pajak tidak
dapat mengajukan permohonan kembali.
|
|||||
(5)
|
Dalam hal permohonan Penghapusan Sanksi
Administrasi telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), serta persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Direktur Jenderal Pajak
memberikan Penghapusan Sanksi Administrasi dengan menerbitkan Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi.
|
|||||
(6)
|
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan atas masing-masing Surat
Tagihan Pajak yang diajukan permohonan, paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal surat permohonan diterima.
|
|||||
Pasal 5
|
||||||
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1), tindakan penagihan pajak atas Surat Tagihan Pajak
tersebut ditangguhkan sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat
Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atau tanggal
surat pengembalian permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi.
|
||||||
Pasal 6
|
||||||
(1)
|
Penghapusan Sanksi Administrasi dilakukan
secara jabatan dalam hal:
|
|||||
a.
|
Wajib Pajak telah mengajukan 2 (dua) kali
permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; atau
|
|||||
b.
|
Wajib Pajak telah mengajukan permohonan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, tetapi jangka waktu 3
(tiga) bulan untuk pengajuan kedua kali telah terlampaui.
|
|||||
(2)
|
Penghapusan Sanksi Administrasi secara
jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila Wajib Pajak
telah memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
Utang Pajak telah dilunasi oleh Wajib
Pajak; dan
|
|||||
b.
|
terdapat sisa Sanksi Administrasi dalam
Surat Tagihan Pajak yang belum dibayar oleh Wajib Pajak.
|
|||||
(3)
|
Direktur Jenderal Pajak memberikan
Penghapusan Sanksi Administrasi secara jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Adrninistrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi.
|
|||||
(4)
|
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan atas masing-masing Surat
Tagihan Pajak.
|
|||||
Pasal
7
|
||||||
Dokumen berupa:
|
||||||
1.
|
Surat Permohonan Penghapusan Sanksi
Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
|
|||||
2.
|
Surat Pengembalian Permohonan Penghapusan
Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
|
|||||
3.
|
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dan Pasal 6 ayat (3),
|
|||||
dibuat dengan menggunakan format sesuai
contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
Pasal
8
|
||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
|
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia
|
||||||
Ditetapkan di Jakarta
|
||||||
pada tanggal 13 Februari 2015
|
||||||
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
||||||
ttd.
|
||||||
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
|
||||||
Diundangkan di Jakarta
|
||||||
Pada tanggal 13 Februari 2015
|
||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
ttd.
|
||||||
YASONNA H. LAOLY
|
||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR
257
|
Sumber :